Minggu, 01 April 2012

LEMBAH BADA DAN SEKITARNYA

WATU PALINDO

Watu palindo merupakan salah satu objek wisata yang terdapat di kabupaten poso tepatnya di desa bewa kec. Lore selatan (lembah bada) di padang sepe, 1 km dari desa bewa.
Description: 5.jpgDescription: 9.jpg
            Watu palindo yang berarti batu penghibur pada saman purba adalah tempat penyembahan berhala masyarakat bada. Yang menganut agama primitive karena masuknya agama baru  ± 100 tahun masuk di tanah poso. Pada zaman itu watu palindo sewaktu-waktu tempat di adakan upacara-upacara hualaik dan masyarakat membawa sajian-sajian berupa nasi pulut putih dan telur ayam kampung untuk di persembahkan kepada dewa-dewa karena watu palindo adalah patung yang berbentuk manusia juga patung yang terbesar di bada khususnya. Sehingga masyarakat bada pada zaman itu menganggap watu palindo adalah raja dewa-dewa. Yang di buktikan bahwa setiap patung, baik yang berbentuk manusia maupun yang berbentuk hewan antara lain patung monyet, patung babi, patung kerbau dan patung lainnya semua menghadap ke watu palindo, sampai saat ini.
Description: 6.jpgDescription: 4.jpg
            Watu palindo yang memiliki tinggi hamper 3 meter keadaannya sekarang miring. Menurut cerita, dahulu raja palopo memerintahkan untung memindahkan patung ini ke halaman istananya sebagai tanda kekuasaanya atas lembah bada. Namun usaha ini gagal di lakukan,semua rakyat raja palopo yang berusaha menggali patung palindo mati tertindis patung tersebut. Sehingga patung palindo menjadi miring.
            Daya tarik dari patung ini adalah bentuknya yang berupa manusia memakai ikat kepala (pekabolu), mata bulat melotot, tangan yang mengarah ke phallus yang menonjol, serta tanpa kaki. Kemudian posisinya yang miring, membuat para pengunjung tertarik. Fasilitas-fasilitas yang ada disana yaitu shelter,  penginapan losmen barito yang ada di desa gintu 1,5 km dari desa bewa dan penginapan ningsih yang ada di desa bomba 6 km dari desa bewa.
           
Description: 16.jpg
Penginapan Ningsih

Patung palindo dapat di tempuh dari desa bewa dengan berjalan kaki melewati sungai laeriang (salah satu sungai yang mengalir dilembah bada). Dapat juga di tempuh dengan memakai kendaraan beroda empat atau kendaraan beroda dua tetapi harus berputar melalui jembatan dengan melewati beberapa desa.
            Sampai sekarang patung ini dikelolah oleh Bapak Beni Geso. Para pengunjung dilarang membakar rumput sembarangan, untuk menjaga fasilitas-fasilitas yang ada disekitarnya.





LEMBAH BADA
Lembah bada secara administratif pemerintahan berada di dalam kecamatan lore selatan, kabupaten poso. Desa gintu adalah ibukota kecamatan, dimana pengunjung lembah bada biasa tinggal saat melakukan eksplorasi lembah bada. Tempat ini sudah terkenal di kalangan pelancong mancanegara sejak lama.
Description: 17.jpg
Lembah Bada
Lembah bada memiliki pemandangan yang spektakuler . sebuah daerah yang relatif datar, yang dikelilingi perbukitan, sehingga awan yang tertahan di puncak bukit yang mengelilingi lembah menyajikan pemandangan dramatis. Sering terlihat satu bagian lembah bada dimana hujan sedang jatuh, sedang bagian lainnya matahari menyelinapkan cahayanya dari balik awan. Jika angin bertiup keras maka terlihat tirai hujan yang menyapu lembah.
Description: 14.jpg
Ditengah lembah bada mengalir sungai laeriang, dan kemudian sungai malei menyatu dengan sungai laeriang, menambah derasnya sungai laeriang. Karena inilah sungai laeriang dahulu perna di pakai sebagai tempat olahraga pengarungan sungai. Di tengah lembah bada sendiri arus sungai laeriang cukup tenang karena alur yang dilalui relatif datar. Namun setelah sungai kembali memasuki celah-celah bukit, maka jeram yang dihasilkan dapat mencapai kelas IV-V.
Description: 3.jpg
Patung Palindo
Hal lain yang menjadi daya tarik utama lembah bada adalah keberadaan artefak batu berupa patung dan tempayan peninggalan kebudayaan megalithik. Patung megalitik dilembah bada merupakan wajah manusia yang sudah distilasi, dimana alis dan hidung digambarkan menjadi satu, sedangkan bagian mulut dihilangkan. Patung dilembah bada umumnya memiliki tanda gender yang jelas. Di patung paindo dan meturu terukir gambar alat kelamin laki-laki. Sedangkan pada patung langke bulawa digambarkan alat kelamin wanita. Perbedaan gender gender juga digambarkan pada raut wajah,dimana pada patung wanita, wajahnya digambarkan seperti dahi yang tertutup poni.
Masyarakat yang sekarang menghuni lembah bada,hampir tidak ada ikatan yang bersifat emosional-irrasional dengan artefak batu ini. Namun kehadiran artefak batu ini memberi suatu pemahaman pada mereka, untuk tetap menjaga wilayah mereka dalam suasana damai dan berkemakmuran sehingga dapat menghasilkan karya patung tempayan batu ini. Hal ini sedikit banyak member motivasi terhadap mereka, untuk tetap menjaga wilayah mereka dalam suasana damai.
Penduduk di Desa ini mayoritas memeluk agama Kristen, sedangkan pemeluk Islam telah terusir sejak kerusuhan di poso dan hanya sedikit yang tertinggal. Suku asli yang mendiami kota ini adalah suku Bada. Suku Bada juga tersebar hampir di seluruh provinsi Sulawesi Tengah. Suku Bada mempunyai gereja suku, yaitu Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST). Agama kristen diterima sebagai agama rakyat (Public Religion).
Description: 1.jpg
Rumah Adat Bada
Rumah adat Bada terbuat dari tiang dan dinding bambu yang beratap ijuk dan hanya memiliki satu ruang besar. Lobo atau baruga merupakan ruang bersama atau aula yang digunakan untuk festival, upacara atau pesta modulu-dulu (makan bersama). Sedangkan Tambi merupakan rumah tempat tinggal. Selain rumah, ada pula lumbung padi yang disebut Gampiri.kemudian pakaian adat wanita, mulai dari pohea sebagai pengikat kepala. Hiora hiasan kepala yang terbuat dari kalide dan  bulu-bulu ayam yang sudah diwarnai. Awolo sebagai kalung, kaewa adalah baju adat yang disulam dari benang emas dan  wini adalah rok yang berasal dari sarung donggala atau rok yang terbuat dari kulit kayu. Pakaian adat laki-laki mulai dari Siga sebagai ikat kepala untuk laki-laki, baju dan celana yang sudah dirancang sedemikian rupa. Piho atau parang yang diselip dipinggang, pahua semacam sarung modelnya hingga sepanjang sarung.







IKAN SOGILI BAKAR
Ikan Sogili Bakar atau Hewan yang kerap disebut sebagai belut air tawar atau sidat ini adalah  menu khas andalan kota Tentena, ibu kota Kecamatan Pamona Utara, Kabupaten Poso, Provinsi Sulawesi Tengah.
Description: ss.jpg
Ikan Sogili
Pada saat kita melihat ikan sogili atau sidat, kita akan merasa jijik. Tapi, jika tahu khasiatnya, orang bakal tak sempat membayangkan rasa jijiknya. Badannya yang pipih memanjang sekilas mirip belut. Kalau lebih ditelisik, kepalanya ternyata berbeda. Bentuknya lebih mirip ikan lele yang ber-sungut dua. Di Indonesia ikan ini dikenal dengan berbagai nama menurut bahasa daerah. Orang Betawi menyebutnya Moa, orang Sulawesi menyebutnya Sogili, orang Sunda menyebutnya Lubang, sementara ada juga yang menyebutnya Massapi. Dalam bahasa Indonesia ikan ini disebut ikan Sidat (Anguilla sp.). Ikan sogili mempunyai banyak keunggulan. Konon, tekstur dagingnya yang lembut mampu menyembuhkan berbagai penyakit, terutama penyakit kulit.
Description: tt.jpg Ikan Sogili
Dua puluh tahunan silam, sogili atau anguilla celebensis mudah didapat di danau yang berada di ketinggian 675 meter di permukaan laut ini. Sogili yang sekujur tubuhnya berlendir ditangkap nelayan setempat menggunakan jaring, tombak maupun jerat berbentuk huruf  V berbahan dasar bambu. Kini, ikan yang tubuhnya rata-rata dua kali lebih besar ketimbang lele yang dijumpai di warung-warung pecel lele Ibu Kota, sudah terhitung langka. Sogili yang pernah ditangkap mencapai panjang 1,8 meter dan berat 20 kilogram. Warga Tentena, sekarang, melakukan budidaya ikan ini di dalam karamba.
Selain dibakar, sogili juga bisa direbus atau digoreng. Karena, rasanya lebih gurih dan kesat. Mungkin lendir di tubuh sogili yang membuat rasanya enak.
Description: rr.jpgDescription: qq.jpg
Sogili Rebus                                                 Sogili Bakar
Proses pertama, setelah dibersihkan dan dipotong menjadi empat bagian atau sesuai selera, sogili dibakar di atas arang yang membara. Pada proses ini, belum ada bumbu yang ditambahkan.Nanti, setelah matang, barulah sogili bakar diberi bumbu. Biasanya, bumbu yang dipakai adalah rica-rica atau dabu-dabu, lengkap dengan tambahan perasan jeruk nipis, potongan tomat, dan bawang merah. Kalau mau terasa manis, penikmat sogili biasanya menambahkan kecap manis pada bumbu sambal tersebut.
Sogili yang tersaji dalam keadaan hangat itu menjadi teman makan nasi. Nikmat rasanya bila nasi yang dihidangkan juga dalam keadaan hangat. Sementara itu, seperti halnya pecel lele, sogili juga dihidangkan dengan lalap sayuran mentah seperti selada air, timun, maupun kacang panjang serta kemangi.Menikmati sogili bakar, terlebih pada siang hari, sembari memandang indahnya Danau Poso adalah satu dari kekayaan kuliner Tanah Air yang tak ternilai.


SAGUER
Saguer adalah minuman khas kabupaten Poso, yang berasal dari Lembah Bada kecamatan lore selatan. Yang dapat di peroleh dari pohon enau (dalam bahasa bada disebut dengan baru), dengan cara memukul batang buah pohon enau secara perlahan-lahan sambil menggoyang-goyangkan buahnya setiap pagi dan sore sampai waktu yang tertentu. Jika buahnya sudah mulai pecah, tangkai buahnya di potong tetapi jangan terlalu pendek. Kemudian batang enau yang tersisa di pohonnya di bungkus ijuk dan daun-daun kemudian di tunggu lagi untuk beberapa hari. Setelah beberapa hari jika airnya sdh mulai menetes, pembungkusnya dibuka lalu dipukul lagi secara perlahan-lahan sambil memasukkan bambu atau botol aqua ke batang enau tersebut.
Description: 10.jpgDescription: 11.jpg
Pohon enau                                         Buah Pohon Enau
Bagi masyarakat bada saguer merupakan symbol kesejahteraan, yang telah turun temurun sejak dahulu kala sampai sekarang. Saguer selalu disajikan pada saat makan, terutama pada saat pesta kawin, syukuran, penyambutan tamu atau pesta lainya. Saguer di jadikan minuman saat makan bersama atau modulu-dulu.

Description: 12.jpg
Saguer dan kue

Saguer juga bisa di jadikan gula merah,. Tetapi Saguer tersebut haruslah manis sekali. Oleh karena itu bambu yang digunakan untuk menampungnya haruslah dicuci hingga bersih. Bila tidak, maka saguer akan mengalami fermentasi sehingga mengasilkan nira yang berkadar alkohol. Oleh karena itu orang yang kebanyakan minum saguer bisa mabuk. Gula merah adalah salah satu bahan pokok yang digunakan dalam berbagai masakan atau kue-kue masyarakat
Description: Gula merah (red sugar), the produce from Saguer palm tree.
Gula merah

 

 

 

Kain Kulit Kayu

Kain yang terbuat dari kulit kayu ini adalah suatu kerajinan yang berasal dari kabupaten poso, yaitu: lembah bada, dan besoa.
Description: 4
Pakaian merupakan salah satu pencapaian kebudayaan manusia. Ia tidak saja dibuat untuk melindungi tubuh dari dinginnya malam dan teriknya matahari (fungsi perlindungan), serta perhiasan (fungsi keindahan), tetapi juga sebagai bentuk pemenuhan terhadap kebutuhan spiritualnya. Berkelindannya nilai-nilai tersebut dapat ditemukan pada Kain Kulit Kayu yang dibuat oleh masyarakat Bada kabupaten Poso.
Kain Kulit Kayu mempunyai banyak nama. Disebut ivo dan kumpe oleh masyarakat di daerah Pandere dan Kulawi; ranta oleh masyarakat Bada; dan inodo oleh masyarakat Besoa. Namun, secara umum masyarakat Donggala menyebutnya kain vuya.
Kain ini merupakan saksi bisu perjalanan tradisi berpakaian masyarakat Bada. Konon, kain unik ini telah dibuat dan digunakan oleh masyarakat Bada sejak ratusan tahun lalu baik untuk bahan pakaian sehari-hari seperti baju, celana, rok dan ikat kepala, maupun untuk digunakan dalam upacara adat, seperti upacara musim panen atau upacara duka cita. Bahkan, sebelum dikenal kain buatan pabrik, kain ini juga digunakan sebagai kafan (pembungkus mayat) bagi para bangsawan dan ketua adat Bada yang meninggal dunia.
Tidak heran jika pakaian yang terbuat dari kulit kayu ini dapat menembus daerah-daerah lain, antara lain kabupaten Donggala yang sampai saat ini juga mereka menjadikan kain dari kulit kayu ini sebagai kerajinan khas mereka.
Description: 3514906752_243bb917ea_s.jpg
Cara pembuatan yaitu: pertama-tama kulit yangsudah dikupas dari pohonx, dikuliti kembali kemudian direbus, lalu diangkat dan didiamkan selama beberapa menit. Setelah itu kulit yang sudah dimasak di pukul-pukul di atas kayu yang sudah disediakan dengan batu yang di sebut masyarakat bada dengan batu bea, lalu di jemur dan kemudian di pukul-pukul lagi untuk membentuknya dengan berbagai macam model atau keinginan, Seperti baju atau celana.
Description: 3514913646_a2e9bc16c9_s.jpg
Batu bea
Namun seiring perkembangan zaman, keberadaan kain ini menjadi semakin tersisih dan bahkan terancam punah. Penyebabnya, selain karena membanjirnya produk-produk tekstil buatan pabrik yang bisa didapat dengan harga murah dan dengan model yang cukup beragam, juga karena semakin minimnya pewarisan kemampuan untuk membuat kain kulit kayu. Selain itu, pohon-pohon sebagai bahan baku utama pembuatan kain ini semakin sulit didapat karena penebangan hutan yang tidak terkontrol.

Oleh karenanya, perlu dilakukan langkah-langkah serius oleh para pembuat kebijakan agar kain yang cukup ramah lingkungan ini tidak hilang ditelan zaman. Ada beberapa hal yang harus dilakukan untuk menyelamatkan kain ini, di antaranya adalah:
pertama, Pewarisan nilai-nilai dan keterampilan cara membuat Kain Kulit Kayu. Pewarisan dapat dilakukan dengan menjadikan Kain Kulit Kayu sebagai mata pelajaran muatan lokal di sekolah.
Kedua, Revitalisasi produk baik secara bentuk maupun nilai ekonominya. Jika selama ini Kain Kulit Kayu hanya digunakan untuk membuat pakaian, khususnya pakaian upacara adat, maka perlu dipertimbangkan untuk mengembangkannya sehingga lebih menarik, misalnya untuk media lukis, taplak meja, dan sebagainya, yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Pengembangan produk tentu akan membuat kain ini mendapat tempat di hati masyarakat dan pada saat bersamaan para pengrajinnya mendapatkan keuntungan secara ekonomi. Dengan cara ini, masyarakat dengan sendirinya akan melestarikan kain ini.
Ketiga, Menjamin ketersediaan bahan. Oleh karena bahan dasar kain ini adalah kulit kayu, maka sudah barang tentu keberadaan kayu merupakan hal yang sangat menentukan. Bagaimana kain ini akan dilestarikan, jika bahan dasar untuk membuatnya tidak tersedia.












Upacara adat pekasiwia

Pekasiwia adalah salah satu upacara adat yang biasa dilakukan di kabupaten Poso. Motivasi dibalik upacara pekasiwia adalah sebagai bentuk penghormatan kepada tamu-tamu yang dating ke Daerah Poso, yang didasarkan pada filosofi bahwa tamu adalah sanak keluarga penting yang perlu dihormati dan dihargai. Dengan kata lain, jika anda disambut dengan pekasiwia ketika berkunjung ke wilayah yang juga dikenal sebutan Tanah Poso, berarti anda sudah diterima baik oleh pihak masyarakat adat Poso, termasuk pemerintah dan seluruh masyarakatnya. Anda dihormati dan dihargai oleh seluruh elemen masyarakat Poso.

Description: ac.jpgDescription: ad.jpg

Tradisi yang unik dan mengharukan tersebut saat ini sudah menjadi program pemerintah poso untuk menjemput tamu pemerintah baik wisatawan maupun kalangan pejabat.

Berbagai bahan digunakan sebagai symbol dalam pelaksanaan upacara adat pekasiwia, diantarnya telur ayam 7 butir dan beras Tentena (terkenal dengan kenikmatannya) yang ditaruh dalam bakul ‘Binka Lora’, seekor ayam jantan putih berparuh dan berkaki kuning, minuman Nira atau Saguer manis yang masih segar yang di-tifar atau diambil dari pohon enau yang ditaruh dalam bambu kuning pilihan.

Proses penyambutan pekasiwia ini di tuntun oleh seorang pemangku adat dan beberapa gadis cantik yang disebut Ana Wea Madolidi dengan menggunakan busana tradisional Pamona,salah satu masyarakat asli daerah Poso. Para Ana Wea Madolidi berperan memegang ayam jantan putih,bamboo tempat Nira atau Saguer manis, Bingka Lora serta mengalungkan bunga kepada tamu yang disambut. Sambil proses berlangsung, sang pemangku adat akan menjelaskan atau membacakan makna-makna dari setiap tahapan proses pekasiwia
Description: cimg6675.jpg
Bahan baku dari pekasiwia tersebut berasal dari makanan dan minuman tradisional masyarakat poso dan melambangkan kemakmuran serta kesejahteraan mereka. Arti dan makna warna-warna dari symbol-symbol tersebut adalah putih mengartikan rakyat dan pemerintah Poso menerima tamu dengan tulus dan hati yang suci. Kuning melambangkan keagungan, dimana rakyat  dan pemerintah Poso menyambut tamu dengan hormat. Rasa manis melambangkan keakraban, dimana rakyat dan pemerintah poso menyambut tamu dengan penuh rsa kekeluargaan. Angka tujuh sebagai angka keramat bagi masyarakat Poso melambangkan kesempurnaan dengan harapan Tuhan Yang Maha Esa meridhoi dan menyempurnakan pertemuan pertama dan seterusnya.
Description: af.jpg
Kayu hitam
     Kayu Hitam adalah sejenis pohon penghasil kayu mahal dari keluarga eboni (suku Ebenaceae). Nama ilmiahnya adalah Diospyros celebica, yakni diturunkan dari kata Celebes (Sulawesi). Kayu ini dapat di jumpai di Sulawesi.
     Pohonnya lurus dan tegak dengan tinggi sampai dengan 40 m. Diameter batang bagian bawah dapat mencapai 1 m, sering dengan banir (akar papan) besar. Kulit batangnya beralur, mengelupas kecil-kecil dan berwarna coklat hitam. Pepagannya berwarna coklat muda dan di bagian dalamnya berwarna putih kekuning-kuningan. Daun tunggal terletak berseling, berbentuk jorong memanjang, dengan ujung meruncing, permukaan atasnya mengkilap, seperti kulit dan berwarna hijau tua, permukaan bawahnya berbulu dan berwarna hijau abu-abu. Bunganya mengelompok pada ketiak daun, berwarna putih. Buahnya bulat telur, berbulu dan berwarna merah kuning sampai coklat bila tua. Daging buahnya yang berwarna keputihan kerap dimakan monyet, bajing atau kelelawar; yang dengan demikian bertindak sebagai agen pemencar biji. Bijinya berbentuk seperti baji yang memanjang, coklat kehitaman.
Description: pp.jpgDescription: ii.jpg
Kayu Hitam
     Pohon ini menghasilkan kayu yang berkualitas baik. Berwarna coklat gelap, kehitaman, atau hitam berbelang-belang kemerahan, dalam perdagangan internasional kayu hitam Sulawesi ini dikenal sebagai Macassar ebony, Coromandel ebony, streaked ebony atau juga black ebony. Nama-nama lainnya di Indonesia di antaranya kayu itam, toetandu, sora, kayu lotong, kayu maitong, dan lain-lain.
    

     Kayu hitam Sulawesi terutama digunakan untuk furniture mahal, ukir-ukiran dan patung, alat musik (misalnya gitar dan piano), sendok, kursi, gelang bingkai foto dan perhiasan-perhiasan. Jenis ini hanya terdapat di Sulawesi di hutan primer pada tanah liat, pasir atau tanah berbatu-batu yang mempunyai drainase baik, dengan ketinggian mencapai 600 m dpl. Secara alami, kayu hitam Sulawesi ditemukan baik di hutan hujan tropika maupun di hutan musim.

Description: jj.jpgDescription: oo.jpg
Ukiran-Ukiran                                                         Patung Kerbau

Description: nn.jpgDescription: mm.jpg
Gitar                                                                      Sendok
Description: kk.jpgDescription: hh.jpg
Kursi                                                                           Gelang

     Kayu ini telah diekspor ke luar negeri semenjak abad ke-18. Pasar utamanya adalah Jepang, dan juga Eropa dan Amerika Serikat. Karena perkembangan populasi yang lambat dan karena tingginya tingkat eksploitasi di alam, kini kayu hitam Sulawesi telah terancam kepunahan. Ekspor kayu ini mencapai puncaknya pada tahun 1973 dengan jumlah sekitar 26,000 m3, dan kemudian pada tahun-tahun berikutnya terus menurun karena kekurangan stok di alam.
Description: ll.jpg
Bingkai Foto
Untuk melindunginya, kini IUCN menetapkan statusnya sebagai vulnerable (rentan), dan CITES memasukkannya ke Apendiks 2.
Burung maleo
     Burung Maleo atau Macrocephalon Maleo, merupakan burung endemik yang hanya bisa dijumpai di Kepulauan Sulawesi. Burung ini bisa ditemukan di hutan pegunungan dan hutan pantai, di Sulawesi Tengah. Sepintas penampilan burung ini biasa saja, selain jambul di kepalanya, burung ini mirip dengan ayam. Dari penampilannya, sulit dibedakan antara burung jantan dan betina.
Description: dd.jpg
Burung Maleo
     Daya tarik burung Maleo justru pada telurnya, yang ukurannya lima kali lebih besar dari telur ayam. Inilah yang menyebabkan telur burung Maleo banyak diburu orang. Sehingga kelestariannya terancam.
Description: ff.jpg
Telur Burung Maleo
     Telur burung Maleo memang memiliki nilai ekonomis, yang lebih tinggi dibandingkan telur ayam, karena bentuknya yang lebih besar. Harganya di pasar gelap bisa mencapai 50 ribu rupiah per butir. Burung Maleo sebenarnya dapat bertelur dua kali dalam sebulan. Namun setiap bertelur, hanya satu telur yang dihasilkan. Sang induk meletakkan telurnya di dalam lubang yang berpasir, yang dekat dengan sumber air panas. Oleh karena itu, habitat asli burung ini berada di sekitar sumber air panas, yang tanahnya berpasir.
Description: bb.jpg
     Tetapi dari sepuluh habitat burung Maleo di Taman Nasional Lore Lindu, Sulawesi Tengah, kini hanya tinggal 4 habitat saja. Sisanya telah rusak dan punah. Penyebab utama terancamnya kelestarian burung Maleo tidak hanya telurnya diambil manusia, tetapi juga ganggan dari predator alaminya, yakni biawak dan tikus hutan.
Description: cc.jpg
     Selain itu, pembukaan lahan hutan untuk perkebunan, dan kebakaran hutan juga menjadi penyebab rusaknya habitat asli burung Maleo. Salah satu habitat burung Maleo yang masih dapat dijumpai di kawasan Sulawesi Tengah adalah di Saluki, kawasan Taman Nasional Lore Lindu. Untuk mencapai Saluki, dapat ditempuh dengan menggunakan mobil hingga Desa Tuva, Kecamatan Gumbasa, Kabupaten Donggala. Desa ini berjarak sekitar 45 kilometer arah selatan dari Kota Palu, ibukota Sulawesi Tengah. Selepas dari Desa Tuva, perjalanan dilanjutkan dengan menggunakan sepeda motor sejauh 4 kilo meter.
     Di Balai Taman Nasional Lore Lindu di Saluki inilah dilakukan upaya pelestarian terhadap burung Maleo. Lokasi penangkaran terletak di kawasan habitat aslinya, karena hanya di tempat semacam inilah burung maleo dapat berkembang biak. Di lokasi ini terdapat sembilan kandang penangkaran. Telur burung Maleo disimpan di dalam lubang tanah yang berpasir di dalam kandang, dan akan menetas sendiri dalam waktu 76 hingga 90 hari.
Description: aa.jpg
     Penangkaran burung Maleo ini turut melibatkan masyarakat sekitar. Di 9 tempat penangkaran di Saluki ini terdapat sekitar 178 ekor burung Maleo. Sementara di seluruh Taman Nasional Lore Lindu, jumlah populasi burung Maleo diperkirakan mencapai 500 ekor.

1 komentar: